
Banyak hal yang beliau sampaikan melalu percakapan singkat tersebut hingga saya memutuskan untuk menulis artikel ini.
Beliau adalah Mas Suwondo warga Dukuh Turen RT 1 RW 8 Desa Ponowaren, Kecamatan Tawangsari Kabupaten Sukoharjo. Pria yang kesehariannya berjualan jamu racikan sendiri dan berjualan Juice ke SMP Negeri 1 Tawangsari beliau juga rajin berlatih olahraga. Keterbatasan fisik tidak menjadi halangan bagi seorang atlet untuk bisa berprestasi. Sayangnya, perlakuan dan perhatian pemerintah masih kerap berbeda terhadap para atlet dengan keterbatasan.

Padahal, pemerintah tengah getol menyuarakan persamaan bagi para atlet berprestasi, tanpa membedakan antara atlet di ajang paralimpik maupun normal. Hal itulah yang tengah dialami oleh Suwondo.
Namun tidak seperti atlet pada umumnya, Suwondo memang memiliki keterbatasan. Dalam kasusnya adalah penglihatannya yang sangat terbatas, atau dalam istilahnya low vision.
Kendati demikian, Suwondo yang memiliki cabang olahraga atletik ini tetap bisa berprestasi. Tidak tanggung-tanggung, dirinya menjadi salah satu wakil Jawa Tengah yang dikirim untuk berjuang di ajang Pekan Olahraga Paralimpik Nasional atau Peparnas XV di Bandung, Jawa Barat, pada bulan Oktober 2016 lalu. Ia pun turut menyumbangkan tiga medali bagi kontingennya.
“Saya meraih medali emas di perlombaan lempar cakram. Selain itu saya juga mendapatkan perunggu untuk lempar lembing dan tolak peluru,” ucap pria kelahiran 27 Februari 1981 tersebut.
Suami dari Esti Khomariah dan juga ayah dari Kirana Miftahuljannah ini berkisah, dia berangkat bersama tujuh rekan atlet difabel lainnya yang merupakan tunadaksa, berasal dari Kabupaten Sukoharjo dan mewakili National Paralympic Committee (NPC) Jateng.
Dalam Peparnas tersebut, mereka berhasil mengharumkan nama Kabupaten Sukoharjo Makmur dengan membawa pulang satu medali emas, dua medali perak dan sembilan medali perunggu. Tiga medali diantaranya diraih Suwondo. Selain mengharumnkan nama Kabupaten Sukoharjo, Kecamatan Tawangsari serta Desa Ponowaren tempat beliau dilahirkan, beliau juga menyampaikan saya bangga pernah sekolah di SMP Negeri 1 Tawangsari.
Sebagai peraih mendali Emas saat perlombaan di Riau tahun 2012 lalu, untuk peraih medali emas mendapatkan Rp 32,5 juta. Sebagai uang pembinaan atas jasa sebagai seorang Atlit Paralimpik.
Banyak hal juga yang disampaikan oleh Suwondo dan kawan-kawannya. Mereka ingin disetarakan dengan atlet normal, termasuk masalah kesejahteraan.
Saat ini, lanjut Suwondo, ada 18 atlet difabel di Sukoharjo. Mereka kini sedang bersiap untuk menyongsong ajan Pekan Paralimpik Provinsi (Peparprov) di tahun 2018 mendatang.
Ia sangat berharap uang pembinaan dan fasilitas latihan pun tercukupi agar bisa lebih banyak medali yang disabet nantinya.
“Untuk meraih medali yang banyak kan juga butuh atlet yang banyak juga. Atletnya pun harus masuk standar kualifikasi bila mau ikut kejuaraan. Semoga uang pembinaan dan fasilitas untuk kami latihan segera diadakan agar kami bisa kembali mengharumkan nama Alumni Kelas 3C SMP N 1 Tawangsari serta Kabupaten Sukoharjo pada umumnya,” harapnya. * ( disunting dari joglosemar.co )